Embun yang Hilang



Embun, ciptaan Tuhan yang sangatlah saya gemari. Mataku cuma dapat lihat satu hari sekali pada pagi hari. Saya cuma dapat memandangnya dari jendela kaca kamarku. Dia demikian sejuk, demikian fresh, demikian damai. Setiap saat saya lihat embun, jiwaku terasa tentram, nyaman serta bahagia. Dia demikian memiliki suatu nilai estetika sendiri. Maha karya Tuhan yang membuatnya juga sebagai satu zat yang membawa kebahagiaan untuk tiap-tiap orang.
Demikian dengan juga seorang yang telah lama bersamaku. Sadarkah dia bahwa dianya seperti embun pagi? Saya senantiasa terasa tentram, nyaman serta bahagia bila melihatnya. Diriku sendiri bingung kenapa saya dapat suka pada sebegitu dalam seperti saat ini? Tampan? Ya, dia memanglah demikian tampan, namun itu tidaklah satu argumen paling utama saya menyenanginya. Mungkin saja lantaran pribadinya demikian low profile, baik, intelligent, serta berkharisma. Sebut saja namanya shady. Orang yang demikian saya kagumi serta saya puja. Dia juga seseorang atlet karate hebat, beragam kejuaran sudah dicapainya.

Oh iya, pada awal mulanya saya belum perkenalkan diri, saya kekey. Sesungguhnya saya dapat disebut siswi yang lumayan aktif loh di sekolah, hehe. Seperti dalam beragam organisasi serta eskul yang menantang serunya misalnya tuh OSIS, Pramuka, Pemuda Penggemar Alam atau umum dimaksud PPA. Saya juga kerap bertindak juga sebagai pahlawan untuk perguruan karate serta lomba-lomba karate. Serta pada akhirnya saya bonyok dengan membawa piala lomba yang saat ini tercantum di bufet ruangan tv. Tentang karakter ku mungkin saja saya dapat disebut bandel namun bukanlah dalam pengertian saya orang yang seronok ya. Saya sangatlah suka menggambar, berlatih karate, menulis serta bermain musik.

“Hei Key, ngapain berdiri disitu, mari masuk.. ” teriak Shady memecahkan lamunanku. Saya menghampirinya serta memberi senyum manis kepadanya.
“Gimana berita anda, Dy? ”
“Seperti yang anda saksikan Key, saya cuma dapat berpangku tangan dengan obat-obatan ini. Obat cuma jadi parah keadaanku. Saksikan saja, tak ada perubahan”, keluhnya.
“Obat bukanlah jadi parah, anda.. Obat hanya memudahkan saja. Anda mesti optimis ya, Dy”
“Heh key, saya itu senantiasa optimis. Saya tidak cengeng seperti anda. Saya tau kok, mata anda berkaca-kaca simak saya terbaring di sini. Halah telah deh, tidak usah bohong. Saya tau kok. Lagian saya telah terima apa yang diberi Tuhan ke saya. Anda janganlah cemas ya, saya baik-baik saja kok”.
Benar kata Shady, saya memanglah senantiasa mau menangis melihatnya terbaring lemah seperti ini. Wanita sekuat apa pun pasti sedih lihat keadaanya, termasuk juga saya.
“Aku bersukur sama Tuhan lantaran hingga sekarang ini saya masih tetap di beri peluang untuk ketemu anda serta lihat senyum anda Key, ”
Saya tersenyum di balik gemingan air mataku, tidak ku kehendaki air mata ini menetes dihadapanmu, tetapi mata tidak bisa berbohong lantaran mata sisi paling sulit untuk menyembunyikan kebohongan.

Saya tidak kuasa menahan seluruhnya ini, saya tidak mampu lagi menyembunyikannya air mataku mengalir lembut di pelipis mataku. Saya menangis dihadapannya.
Dekapan lembut kau berikanlah padaku, detak jantungmu terdengar di telingaku. Detak jantungmu memberiku sedikit perasaan lebih lega dengan situasi sekarang ini.
“Kau bisa menangis saat ini namun untuk tidak kelak waktu saya tidak lagi berbarengan mu, menangislah hingga kau tenang. ”
Demikian enjoy dia merespon tingkahku yang mungkin saja tampak konyol, saya tidak dapat untuk berkata apa pun. Saya cuma meremas jaketnya dalam dekapan hangat yang diberikannya padaku, untuk menahan kesedihanku.

Telah 1 minggu saya tak lihat senyuman dari wajahmu di sekolah. Sangatlah sepi! Orang yang kucintai mesti berjuang melawan penyakit yang semakin bersarang di badannya, yang menggerogoti semuanya. Apa? Cinta? Entahlah, saya sangatlah terasa sedih melihatnya seperti ini. Terasa saya mau sekali menukar posisi Shady waktu itu. Sehari-hari saya senantiasa bermunajat pada Sang Yang memiliki. Untuk memberi mukzizatnya pada orang yang sampai kini saya cintai.
Seperti umumnya, saya senantiasa menyempatkan diriku untuk pergi menjenguknya.

“Hai, Dy. Apa kabarnya? ”
“Baik-baik saja, Key. Bagaimana situasi kelas kita? ”. Saya tau sekarang ini ia tengah berbohong. Saya tau dia sangatlah rasakan sakit.
“Ya seperti biasalah, Dy. Akur… Namun ada suatu hal yang janggal”
“Loh, apanya yang janggal, Key? ”
“Aku tak temukan senyuman anda, di sana. ”
“Hahaha, ada-ada saja anda Key, saya bakal senantiasa tersenyum buat kamu Key. Lantaran anda yaitu malaikat kecil dalam kehidupan saya. Eh saya mempunyai berita bagus loh. Saya telah diizinin pulang sama dokter. Saya suka banget. Saya ingin anda temanin saya jalan-jalan ke taman. Tempat pertama kita ketemu. Telah lama tidak ke sana. ”
“Aku ikut suka mendengarnya. Tetapi sesungguhnya batinku menyembunyikan rasa sedih saat kau memangilku malaikat kecilmu. Oke bos, saya bakalan temanin anda. Besok saya datang ke rumah anda ya? Kita pergi bareng. ”

Seperti janjiku pada shady, saya menjemputnya serta mengajaknya keluar.
“Pagi Shady. ” Sapaku penuh kebahagian
“Pagi juga my litle angel. Yuk segera saja kita ke taman” dia menarik tanganku.

Taman ini yaitu tempat yang kerap kami kunjungi. Semuanya kami lontarkan di sini. Taman ini terdapat pas di belakang gedung sekolah kami. Tak tahu apa yang bikin beberapa orang tidak sering berkunjung ke taman seindah ini. Di taman ini, demikian penuh dengan bunga-bunga yang indah serta berwarna. Demikian tentram, sejuk serta damai terasa bila saya ada di sini. Mulai sejak Shady dirawat dirumah sakit, saya tidak pernah berkunjung ke taman ini meskipun jaraknya dekat dengan sekolah. Ada sepetak tanah yang demikian tandus serta kering di taman ini, kami berdualah yang menanaminya serta mengaturnya dengan demikian indah. Ya… Kami memanglah senantiasa ke sini untuk merawatnya serta menggunakan saat di sini.
“key… mengapa bunga-bunga ini terlihat layu? Apa anda tak merawatnya? ” tatapan berwajah penuh bertanya.
“Maaf Dy, mereka layu lantaran tak ada embun disini”
“Embun? Maksud anda? ”
“Iya, embun itu anda, Dy. Mereka layu lantaran tak ada anda. ” ujarku tersenyum.
Dia cuma terdiam waktu saya bicara seperti itu.
“Mereka terasa tidak komplit bila cuma dengan embun umum serta saya. Mereka juga terasa kehilangan, Dy”, kataku.
Tidak sadar, telah sepanjang hari juga kami di taman ini. Tanpa ada ku sadari ia terlelap di pangkuanku. Menitik air mataku lihat pergantian fisiknya yang demikian mencolok. Berwajah yang tampan saat ini tampak pucat, badannya makin kurus serta rambutnya makin menipis serta tidak berkilap, membuatku mau sekali menukar posisinya. Saya bangga padanya, dia masih tetap dapat tersenyum di dalam kesusahannya yang demikian pahit ini. Walau sebenarnya saya tau ada rasa sedih dibalik senyuman itu.

“Kekey…” katanya pelan.
“Eh, Dy, anda telah bangun? Kita pulang ya, telah ingin malam nih”
“Jangan Key, temanin saya di sini. Saya ingin rasakan embun membasahi badanku. ”
“Tapi hawa malam tidak bagus buat kesehatan anda, Dy”
“Plis, sekali ini saja, temanin saya. Apa tambah baik saya sendiri saja? ”
“Eh, janganlah Dy. Iya deh, saya temanin anda. ”
“Gitu dong baru namanya Kekey saya. ”

“Shady…”
“Hmmm? ”
“Kamu sukai dengan embun? ”
“Suka banget key, mereka sangatlah bening serta suci. Saya mau seperti mereka. Jika anda? ”
“Aku juga menyukai embun”
“Aku mau seperti mereka key.. Mereka senantiasa memberi situasi tidak sama tiap-tiap pagi serta senantiasa ditunggu kemunculannya oleh bunga-bunga ini. ” tutur Shady.
“Kamu telah jadi seperti mereka kok” saya mengenggam erat jemarinya, seakan takut kehilangan.
“maksud anda? ” memakasan diri untuk menatapku di posisinya saat ini.
“Ehmm, tidak. Tidak ayah. ”
Saya merahasiakan perasaan takutku kepadanya. Lantaran saya tau dia juga bakal menyampaikan “aku baik-baik saja” bila saya mengungkap perasaanku. Saya tau dia tidak ingin selalu jadi beban orang lain lagi. Tak tahu apa yang ada di pikirannya.
Saat ini tanpa ada ku sadari, teryata kami tertidur lelap di taman ini.

Jam telah tunjukkan jam 5 pagi. Ia betul-betul terlelap capek di pangkuanku.
“Dy, Shady.. Shady.. Bangun… Tuturnya ingin ngeliat embun? Telah jam 5 nih Dy”, bujukku. Namun saya tidak mendengar sahutan darinya.
“Ayolah Dy, janganlah tidur terlampau lama…” Saya mulai resah, apa yang berlangsung dengannya? Kurasakan badannya dingin, namun saya melepas pikiran negatifku. Mungkin saja saja dingin ini datang dari embun.
“Shady sayang, mari bangun dong. Janganlah untuk aku khawatir…”, dia tidak juga menyahut. Badannya pucat, dingin serta kaku. Saya berupaya membawanya ke rumah sakit dengan pertolongan beberapa orang.

Setibanya dirumah sakit…
“De, kami telah berupaya semaksimal mungkin saja. Tetapi pasien ini terus ada di saat kritisnya, sabar serta teruslah berdoa untuk keselamatannya. ”, tutur dokter yang mengatasi Shady.
Saya lemah, jatuh serta tak dapat berkata apa-apa. Kenapa seindah ini gagasan mu untuk untuk aku menagis lagi? Dia bikin skenario yang indah dengan mengajakku ke taman tempat pertama kami bersua serta lewati malam berbarengan untuk lihat embun pagi. Saya tidak mampu..

Sebagian bln. selepas peristiwa itu Shady tidak kunjung berikanlah pergantian serta waktu itu lah hasrat ayahnya untuk membawa Shady pergi ke Jerman tidak dapat disangkal lagi. Saya cuma berdoa yang paling baik untuk dia, walaupun berat terasa melepasmu Shady.

Sesudah kepergianmu ke Jerman bikin hati ini makin sepi serta hening, seolah saya hidup di dalam keheningan.
Tetapi hati ini terasa tidak sendiri lagi sesudah saya tau kabarmu makin lebih baik, serta kau bakal kembali pada Indonesia.
“Tuhan, terimakasih atas karuniamulah ia dapat kembali berkumpul berbarengan kami”. Saya terasa suka tidak tergambarkan oleh apapun, saya disini menanti kepulanganmu. Saya mau melepas rindu yang sudah lama bersarang di hati ini.

Satu minggu telah saya menanti kepulanganmu, tetapi kau tidak memberiku berita lagi. Saya mulai capek atas seluruhnya harapanku. tetapi saya terus bersabar menantimu sampai sekarang ini.

“kring.. ” hpku berdering. Saya mengharapkan bisa berita kepulangan mu. Saya masih tetap selalu mengharapkan. Tetapi hal-hal lain yang ku bisa, perkataan Bundanya seolah tamparan hebat yang tidak pernah mau saya percayai. Kelihatannya baru tempo hari ku bisa kabarmu lebih baik, seakan baru sedetik waktu lalu kau kabari saya bahwa kau bakal menemuiku. Saat tidak dapat berdamai, dalam pejam mata saya mengharapkan semuanya hanya mimpi jelek yang bakal hilang sesudah saya buka mata. Pelan dengan seluruh kemampuan hati, saya mulai membiarkan sinar dunia membias ke pelupuk mata ku. Bergeming tetes air mata membasahi pipiku, tidak kuat menahan tangis yang sudah tersimpan lama. Sesudah saya tau kau sudah pergi untuk selama-lamanya. Tak tahu apa yang saya rasakan waktu itu, badanku lemas, pikiranku kacau amarah serta semuanya menyatu dipikiran ku. Saya tidak yakin kau pergi secepat ini.

Saya cuma dapat menangis dalam sepi, meratapi seluruhnya yang berlangsung. Beberapa ribu pertanyaan mau ku lontarkan, pertanyaan bakal seluruhnya ini.

Sesudah sebagian bln. kepergian Shady, ibundanya berikan ku suatu hadiah berupa hati berwarna merah. Yang di dalamnya tersimpan suatu surat berwarna merah muda.

“Untuk kekey my litle angel tersayang… Embun, titik air bening dari langit, membasahi kelopak bunga yang mekar. Saya mau seperti embun, disenangi beberapa orang, disenangi bunga-bunga. Siapakah bunga itu?
Key, terimakasih anda telah jadi cinta paling akhir diakhir hidupku. Serta anda bakal terus jadi masa lalu bagiku. key, saya mohon maaf sama anda saya ingkar janji sama anda, saya ingkar bila saya akan bawa anda ke New York. Namun saya meyakini anda bakal mengunjunginya berbarengan lelaki yang memanglah layak untuk jadi pengganti saya. Oh iya, key.. Terus rawat taman kita yah… Saya tidak ingin mereka layu lagi. Di sana tempat pertemuan kita pertama kalinya serta paling akhir kalinya. Terus buat jadi saya embun di hatimu ya.. Saya menyayangimu sayang.. Sampai jumpa. Salam sayang, Muhammad Irshady Petro Khalifah”

Shady, anda tau, mulai sejak pertama ketemu anda telah jadi embun di hatiku.

Setalah 40 hari kepergiannya saya masih tetap belum dapat meyakini seluruhnya ini, bantu saya agar bisa lebih ikhlas atas seluruhnya kehendakmu ya Tuhan, bantu saya lapangkan seluruhnya jalanmu.

Teringat saat-saat saya lewati hari bersamamu, tersirat terang di pikiranku bakal saat indah bersamamu, tidak dapat kupungkiri keikhlasanku atas kepergianmu belumlah prima.
Masih tetap terbayang waktu kau demikian sabar mengajariku untuk jadi yang paling baik. Kau tidak pernah menyerah waktu saya berkata “gak ngerti, gua tidak dapat.! ” penuh perjuangan mengajariku, bikin saya bisa tahu apa yang tidak ku tahu. Kau memanglah sisi terutama dalam hidupku, engkau yang bikin saya jadi juara kelas, kau juga yang membantuku untuk jadi seseorang atlet hebat sepertimu, usahamu sungguh memberiku pergantian besar.

Karenamu saya bisa menginjakan kakiku diatas podium kejuaran, karenamu langkahku hingga ke negeri Jiran membawa nama bangsa serta jadi kebangaan seluruhnya yang mengenalku. Ada banyak mimpiku agar bisa bersamamu jadi kebanggan kebanyakan orang yang mengenalku, saya memanglah bukan atlet hebat sepertimu, saya juga bukanlah murid yang cerdas sepertimu, saya cuma seseorang kekasih yang bodoh yang menyia-nyiakan mu di saat hidupmu.

Waktu terpejamnya mata ini, saya memikirkan indahnya surga serta bahagianya waktu dicintaimu serta waktu mencintaimu. seluruhnya merasa prima seperti cerita cinta selama hidup. Tetapi makin lama saya terpejam, air mata inilah yang menetes lembut di pipi. saya menangis, saat ini teringat waktu saya tidak lagi bersamanya ia sudah pergi untuk menghadapmu ya Tuhan. saya membuat beribu argumen serta pembenaran untuk tidak lagi menangisimu tetapi seolah percuma, Serta saat ini saya menertawakan diriku sendiri. begitu ironisnya hidupku ini! engkau yang dahulu senantiasa buatku tersenyum serta tertawa renyah saat ini malah yang paling dapat buatku menangis.

Saat ini saya mulai menggerakkan aktivitasku tanpa dia, hidupku saat ini tidak lagi berwarna, saya tidak tahu lagi mesti bagaimanakah, apakah saya bakal berpura-pura bahagia? Atau bersedih selama saat? Bersedih selama saat tidak bikin dia kembali di dekapanku bukan? Apalah makna hidup apabila saya tidak bersamamu. Tuhan… kenapa kau mengambilnya? Saya belum siap hadapi fakta hidupku, apakah kau terlampau mencintainya hingga kau memanggilnya terlebih dulu? Apakah cerita cintaku selesai di sini. Akankah dapat saya memberi cinta ku pada cinta yang lain?

Sesudah tiga th. lamanya kami berbarengan, mengetahui keduanya mengerti serta tahu semua yang ada pada diri kami. Itu bukanlah hal gampang untuk dilupakan, lukisan-lukisan cerita yang tersimpan rapi dalam hati tidak mungkin saja hilang dengan hitungan detik, menit, jam, bahkan juga hitungan hari. Seluruhnya merasa susah tanpa ada kehadiranmu di sisiku lagi, saat ini saya hidup dalam bayang-bayang masa lalu indah bersamamu.

Bila ini adalah suatu permainan saya mengharapkan ini selekasnya selesai, bila ini suatu mimpi atau bunga tidurku saya cuma mau terbangun walau fajar belum menampakan diri dengan cahaya hangatnya.

Tidak pernah sedikitpun saya mau kehilangan dirimu, tetapi kau bukanlah milikku lagi. Jadi cuma mau melihatmu saja, menyapamu dengan umum, ribut-ribut kecil kita, candaan serius kita serta perihal kejujuran hati kita belakangan ini. Yg tidak dapat merubah situasi, lantaran mungkin saja saya atau anda yg tidak beralih. Saya ingat bahwa kau berkata “Kau yang terindah key” itu membuatku makin miris dengan fakta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar